Menu

Jumat, 27 Maret 2015

Sunan Drajat

Sunan Drajat (Raden Qosim Syarifuddin)


Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran,
Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.



Makam Sunan Drajat terletak di desa drajat kecamatan paciran kabupaten lamongan.seperti makam wali songo lainya,makam sunan drajat berada di sebuah bangunan yang bercungkup yang dindingnya di hias ukiran kayu yang indah.di banding kakanya sunan bonang,tidak cukup banyak naskah historiografi yang mencatat kisah sunan drajat.namun,sunan drajat justru memiliki banyak nama di banding wali songo lainya.seperti:Reden qosim,masaikh Munat,Raden Syarifudin,Maulana Hasyim,Pangeran Drajat,Sunan mayang Madu,dan yang paling populer adalah Sunan Drajat.



Sunan Drajat lahir dengan nama Raden Qosim,di perkirakan lahir pada 1470 Masehi.Sunan Drajat adalah putra bungsu Sunan Ampel dengan perkawinan Nyi Ageng Manila."babad tanah jawi" menyebutkan,bahwa Sunan Ampel sebelum menikah dengan Nyai Ageng Manila, menikah lebih dulu dengan Nyai Karimah putri Ki Bang Kuning, yang dari pernikahan itu lahir Dewi Murtosyiah yang di nikahi Sunan Giri, dan adiknya Dewi Murtosimah yang di nikahi Raden Patah, itu berarti,selain memilki empat sodara kandung, Raden Qosim memiliki dua orang saudari lain ibu.



Babad Tjirebon menyebutkan bahwa Sunan Ampel memiliki putra putri lain seperti Syaikh Mahmud, Syaikh Saban alias Ki Rancah, Nyai Mandura, dan Nyai Piah. Keterangan tentang putra putri Sunan Ampel dalam Babad Tjirebon itu dikemukakan juga dalam Babad Ing Gresik yang menyebut nama sembilan orang putra sunan Ampel , yaitu: (1) Nyai Ageng Manyuran, (2) Nyai Ageng Manila, (3) Nyai Ageng Wilis, (4) Sunan Bonang, (5) Sunan Drajat, (6) Ki Mamat, (7) Syaikh amat, (8) Nyai Ageng Medarum, dan (9) Nyai Ageng Supiyah.



Sebagaimana Sunan Bonang, oleh karena ibunya berasal dari keluarga Bupati Tuban, Raden Qasim dididik dalam lingkungan keluarga ibunyayang jawa, sehingga pengetahuannya tentang ilmu, bahasa, seni, budaya, sastra, dan agama lebih dominan bercorak Jawa. Itu sebabnya, seperti Sunan Bonang, kakaknya, Sunan Drajat juga dikenal sangat pandai menggubah berbagai jenis tembang jawa. Sejumlah tembang mocopat langgam Pangkur diketahui telah digubah oleh Sunan Drajat.


komplek Makam sunan drajat

Sebagaimana Sunan Bonang yang awal sekali menuntut ilmu agama kepada ayahandanya sendiri, Sunan Ampel, Raden Qasim juga menuntut ilmu agama kepada ayahandanya sendiri, yaitu Sunan Ammpel. Lalu Sunan Ampel mengirimnya untuk belajar kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon. Babad Tjirebon menyebut Raden Qasim dengan nama Masaikh Munat atau Pangeran Kadrajat. Dalam Babad Tjirebon itu, dikisahkan bahwa Raden Qasim alias Masaikh Munat setelah berguru kepada Sunan Gunung Jati kemudian menikah dengan putrinya, Dewi Sufiyah. Setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat sehingga disebut Pangeran Kadrajat atau Pangeran Drajat. Dari pernikahan dengan Dewi Sufiyah, Raden Qasim dikaruniai tiga orang putra-putri, yaitu pangeran Rekyana alias Pangeran Tranggana, Pangeran Sandi, dan putri bungsu Dewi Wuryan.



Selain menikah dengan Dewi Sufiyah, Raden Qasim menikah dengan Nyai Kemuning putri Kyai Mayang Madu dan kemudian menikah pula dengan Nyai Retna Ayu Candra Sekar Putri Arya Wiranatapada atau Arya Suryadilaga, Adipati Kediri. Kisah pernikahan Raden Qasim dengan putri Adipati Kediri, kiranya berkaitan dengan sumber-sumber historiografi yang menyinggung keislaman Adipati Kediri beserta putrinya, yang oleh Sir Thomas Standford Raffles dalam The history of Java ( 1965 ) disebutkan bahwa setelah memeluk islam, Adipati Kediri beserta putrinya itu hilang dari Kadipaten.


                                       Museum Khusus Sunan Drajat

Babad Sangkala menandai hilangnya Adipati Kediri dan putrinya itu seiring dengan dikepungnya sisa terakhir kekuatan lama oleh orang-orang islam. Waktu itu dicatat Babad Sangkala sebagai tahun Jawa 1473 yang sama dengan tahun 1551 Masehi. Catatan tahun Jawa 1473 dalam Babad Sangkala ini perlu dikaji, mengingat Sunan Drajat disebut sudah wafat sekitar tahun 1522 Masehi. Apakah setelah sunan Drajat wafat, ayah beranak itu kembali ke Kediri dan kemudian hilang dalam kekacauan, yang disusul serangan Sunan Prapen dalam bentuk pembakaran Kota Kediri ?



Berbekal pengetahuan agama dari ayahandanya ddan dari Sunan Gunung Jati, Raden Qasim kembali ke Ampeldenta. Namun, atas perintah ayahandanya, Sunan Ampel, Raden Qasim berdakwah menyebarkan islam di pesisir barat Gresik. Tidak ada catatan historiografi perjalanan Raden Qasim dari surabaya ke pesisir barat Gresik sesuai perintah Sunan Ampel. Namun, cerita tutur setempat menggambarkan bahwa dalam perjalanan di laut itu perahu yang di tumpangi Raden Qasim di hantam gelombang dan pecah ditengah laut. Dalam peristiwa pecahnya perahu itu, Raden Qasim dituturkan ditolong oleh ikan cucut dan ikan talang sampai mendarat disebuah tempat yang disebut jelag, yaitu gundukan tanah yang tinggi dibanding sekitar, yang masuk kedalam desa Banjarwati. Kedatangan Raden Qasim disambut baik oleh sesepuh kampung yang dikenal dengan sebutan Kyai Mayang Madu dan Mbah Banjar.

 
   Alquran kuno peninggalan Sunan Drajat

Raden Qosim di kisahkan tinggal di jelag dan menikah dengan nyai kemuning,putri ki Mayang madu.di jelang itulah raden qosim mendirikan surau dan kemudian mengajar mengaji penduduk."di dalam babad demak"di sebutkan bahwa setelah menikah dengan dewi sufiyah,putri sunan Gunung Jati,Reden Qosim di tempatkan sebagai Imam pelindung Di Lawang dan Sedayu,pedukuhan Drajat.setelah butu Raden Qosim melakukan Riadhoh rohani dengan uzlah di ujung Pangkah,tidak makan dan tidak tidur selama tiga bulan.setelah itu,raden Qosim di angkat oleh tuhan mencapai drajat wali dengan sebutan Sunan Drajat.pengikutnya menjadi banyak.demikianlah raden Qosim kemudian memiliki putra tiga Orang.



Sunan drajat di kenal sebagai penyebar islam yang berjiwa sosial tinggi dan sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin seta lebih mengutamakan pencapaian kesejahteraan sosial masyarakat.setelah memberikan perhatian penuh,baru sunan drajat memberikan pemahaman tentang ajaran islam.ajaranya lebih menekankan pada empati dan etos kerja keras berupa kedermawanan,pengentasan kemiskinan dlsb.dalam melaksanakan dakwah mengajak penduduk memeluk agama islam,Sunan Drajat yang menjadi anggota wali songo di kisahkan mengajarkan tataa cara membangun rumah,membuat alat-alat yang di gunakan orang untuk memikul orang seperti tandu dan joli.    

Gamelan singo mangkok peninggalan Sunan Drajat


Secara umum, ajaran Sunan drajat dalam menyebarkan dakwah Islam dikenal masyarakat sebagai pepali pitu ( tujuh dasar ajaran ), yang mencakup tujuh falsafah yang dijadikan pijakan dalam kehidupan sebagaimana berikut :



  1. Memangun resep tyasing sasama (Kita selalu membuat senang hati orang lain)

  1. Jroning suka kudu eling lan waspodo ( Dalam suasana gembira hendaknya tetap ingat Tuhan dan selalu waspada)

  1. Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah ( Dalam upaya mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan )

  1. Meper Hardaning Pancadriya ( Senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu-nafsu indrawi )

  1. Heneng-Hening-Henung ( Dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam hening, akan mencapai jalan kebebasan mulia )

  1. Mulya guna Panca waktu ( Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan menjalani shalat lima waktu )

  1. Menehono teken marang wong kang wuto.                                   Menehono mangan marang wong kang luwe.                                  Menehono busana marang wong kang wuda.                                Menehono pangiyup marang wong kang kaudanan ( Berikan tongkat kepada orang buta. berikan makan kepada orang yang lapar. Berikan pakaian kepada orang yang tak memiliki pakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang yang kehujanan ).


          penerangan(uplik) mengaji Sunan Drajat





Dengan ajarannya yang sederhana dan bisa dijalani masyarakat, maka semakin lama pengikut Sunan Drajat semakin banyak. Salah satu faktor yang menyebabkan Sunan Drajat dekat dengan masyarakat, bukan saja karena ajaran-ajarannya yang sederhana dan berorientasi kepada kesejahteraan semua orang, melainkan kemampuan Sunan drajat dalam berkomunikasi lewat kesenian juga telah menjadi daya dorong bagi dekatnya usaha dakwah dengan masyarakat. Sunan Drajat diketahui menggubah sejumlah tembang tengahan macapat pangkur, yang digunakan menyampaikan ajaran falsafah kehidupan kepada masyarakat. Sunan Drajat juga dikisahkan menyukai pertunjukan wayang dan sesekali memainkan wayang sebagai dalang, sebagaimana Sunan Bonang, kakaknya.



Sebagian cerita tutur yang berkembang di tengah masyarakat, dikisahkan bahwa setelah tinggal lama di Drajat, Sunan Drajat memindahkan tempat tinggalnya ke arah selatan yang tanahnya lebih tinggi, yang dikenal sebagai Dalem Duwur. Di Dalem Duwur inilah Sunan Drajat tinggal di usia tua sampai wafatnya. Sejumlah peninggalan Sunan Drajat yang masih terpelihara sampai sekarang ini salah satunya adalah seperangkat gamelan yang disebut "Singo Mengkok" dan beberapa benda seni lain.

Tidak ada komentar :