Sunan Drajat (Raden
Qosim Syarifuddin)
Sunan
Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Ia menekankan
kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai
pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri
sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran,
Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Makam Sunan
Drajat terletak di desa drajat kecamatan paciran kabupaten lamongan.seperti
makam wali songo lainya,makam sunan drajat berada di sebuah bangunan yang
bercungkup yang dindingnya di hias ukiran kayu yang indah.di banding kakanya
sunan bonang,tidak cukup banyak naskah historiografi yang mencatat kisah sunan
drajat.namun,sunan drajat justru memiliki banyak nama di banding wali songo
lainya.seperti:Reden qosim,masaikh Munat,Raden Syarifudin,Maulana
Hasyim,Pangeran Drajat,Sunan mayang Madu,dan yang paling populer adalah Sunan
Drajat.
Sunan Drajat
lahir dengan nama Raden Qosim,di perkirakan lahir pada 1470 Masehi.Sunan Drajat
adalah putra bungsu Sunan Ampel dengan perkawinan Nyi Ageng Manila."babad tanah jawi" menyebutkan,bahwa
Sunan Ampel sebelum menikah dengan Nyai Ageng Manila, menikah lebih dulu dengan
Nyai Karimah putri Ki Bang Kuning, yang dari pernikahan itu lahir Dewi
Murtosyiah yang di nikahi Sunan Giri, dan adiknya Dewi Murtosimah yang di
nikahi Raden Patah, itu berarti,selain memilki empat sodara kandung, Raden Qosim
memiliki dua orang saudari lain ibu.
Babad
Tjirebon menyebutkan bahwa Sunan Ampel memiliki putra putri lain seperti Syaikh
Mahmud, Syaikh Saban alias Ki Rancah, Nyai Mandura, dan Nyai Piah. Keterangan
tentang putra putri Sunan Ampel dalam Babad Tjirebon itu dikemukakan juga dalam
Babad Ing Gresik yang menyebut nama sembilan orang putra sunan Ampel , yaitu:
(1) Nyai Ageng Manyuran, (2) Nyai Ageng Manila, (3) Nyai Ageng Wilis, (4) Sunan
Bonang, (5) Sunan Drajat, (6) Ki Mamat, (7) Syaikh amat, (8) Nyai Ageng
Medarum, dan (9) Nyai Ageng Supiyah.
Sebagaimana
Sunan Bonang, oleh karena ibunya berasal dari keluarga Bupati Tuban, Raden
Qasim dididik dalam lingkungan keluarga ibunyayang jawa, sehingga
pengetahuannya tentang ilmu, bahasa, seni, budaya, sastra, dan agama lebih
dominan bercorak Jawa. Itu sebabnya, seperti Sunan Bonang, kakaknya, Sunan
Drajat juga dikenal sangat pandai menggubah berbagai jenis tembang jawa.
Sejumlah tembang mocopat langgam Pangkur diketahui telah digubah oleh Sunan
Drajat.
komplek Makam sunan drajat
|
Sebagaimana
Sunan Bonang yang awal sekali menuntut ilmu agama kepada ayahandanya sendiri,
Sunan Ampel, Raden Qasim juga menuntut ilmu agama kepada ayahandanya sendiri,
yaitu Sunan Ammpel. Lalu Sunan Ampel mengirimnya untuk belajar kepada Sunan
Gunung Jati di Cirebon. Babad Tjirebon menyebut Raden Qasim dengan nama Masaikh
Munat atau Pangeran Kadrajat. Dalam Babad Tjirebon itu, dikisahkan bahwa Raden
Qasim alias Masaikh Munat setelah berguru kepada Sunan Gunung Jati kemudian
menikah dengan putrinya, Dewi Sufiyah. Setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden
Qasim tinggal di Kadrajat sehingga disebut Pangeran Kadrajat atau Pangeran
Drajat. Dari pernikahan dengan Dewi Sufiyah, Raden Qasim dikaruniai tiga orang
putra-putri, yaitu pangeran Rekyana alias Pangeran Tranggana, Pangeran Sandi,
dan putri bungsu Dewi Wuryan.
Selain
menikah dengan Dewi Sufiyah, Raden Qasim menikah dengan Nyai Kemuning putri
Kyai Mayang Madu dan kemudian menikah pula dengan Nyai Retna Ayu Candra Sekar
Putri Arya Wiranatapada atau Arya Suryadilaga, Adipati Kediri. Kisah pernikahan
Raden Qasim dengan putri Adipati Kediri, kiranya berkaitan dengan sumber-sumber
historiografi yang menyinggung keislaman Adipati Kediri beserta putrinya, yang
oleh Sir Thomas Standford Raffles dalam The history of Java ( 1965 ) disebutkan
bahwa setelah memeluk islam, Adipati Kediri beserta putrinya itu hilang dari
Kadipaten.
Museum
Khusus Sunan Drajat
Babad
Sangkala menandai hilangnya Adipati Kediri dan putrinya itu seiring dengan
dikepungnya sisa terakhir kekuatan lama oleh orang-orang islam. Waktu itu dicatat
Babad Sangkala sebagai tahun Jawa 1473 yang sama dengan tahun 1551 Masehi.
Catatan tahun Jawa 1473 dalam Babad Sangkala ini perlu dikaji, mengingat Sunan
Drajat disebut sudah wafat sekitar tahun 1522 Masehi. Apakah setelah sunan
Drajat wafat, ayah beranak itu kembali ke Kediri dan kemudian hilang dalam
kekacauan, yang disusul serangan Sunan Prapen dalam bentuk pembakaran Kota
Kediri ?
Berbekal
pengetahuan agama dari ayahandanya ddan dari Sunan Gunung Jati, Raden Qasim
kembali ke Ampeldenta. Namun, atas perintah ayahandanya, Sunan Ampel, Raden
Qasim berdakwah menyebarkan islam di pesisir barat Gresik. Tidak ada catatan
historiografi perjalanan Raden Qasim dari surabaya ke pesisir barat Gresik
sesuai perintah Sunan Ampel. Namun, cerita tutur setempat menggambarkan bahwa
dalam perjalanan di laut itu perahu yang di tumpangi Raden Qasim di hantam
gelombang dan pecah ditengah laut. Dalam peristiwa pecahnya perahu itu, Raden
Qasim dituturkan ditolong oleh ikan cucut dan ikan talang sampai mendarat
disebuah tempat yang disebut jelag, yaitu gundukan tanah yang tinggi dibanding
sekitar, yang masuk kedalam desa Banjarwati. Kedatangan Raden Qasim disambut
baik oleh sesepuh kampung yang dikenal dengan sebutan Kyai Mayang Madu dan Mbah
Banjar.
Alquran kuno peninggalan Sunan Drajat
|
Raden
Qosim di kisahkan tinggal di jelag dan menikah dengan nyai kemuning,putri ki
Mayang madu.di jelang itulah raden qosim mendirikan surau dan kemudian mengajar
mengaji penduduk."di dalam babad demak"di sebutkan bahwa setelah
menikah dengan dewi sufiyah,putri sunan Gunung Jati,Reden Qosim di tempatkan
sebagai Imam pelindung Di Lawang dan Sedayu,pedukuhan Drajat.setelah butu Raden
Qosim melakukan Riadhoh rohani dengan uzlah di ujung Pangkah,tidak makan dan
tidak tidur selama tiga bulan.setelah itu,raden Qosim di angkat oleh tuhan
mencapai drajat wali dengan sebutan Sunan Drajat.pengikutnya menjadi
banyak.demikianlah raden Qosim kemudian memiliki putra tiga Orang.
Sunan
drajat di kenal sebagai penyebar islam yang berjiwa sosial tinggi dan sangat
memperhatikan nasib kaum fakir miskin seta lebih mengutamakan pencapaian
kesejahteraan sosial masyarakat.setelah memberikan perhatian penuh,baru sunan
drajat memberikan pemahaman tentang ajaran islam.ajaranya lebih menekankan pada
empati dan etos kerja keras berupa kedermawanan,pengentasan kemiskinan
dlsb.dalam melaksanakan dakwah mengajak penduduk memeluk agama islam,Sunan
Drajat yang menjadi anggota wali songo di kisahkan mengajarkan tataa cara
membangun rumah,membuat alat-alat yang di gunakan orang untuk memikul orang
seperti tandu dan joli.
Gamelan singo mangkok peninggalan Sunan Drajat
|
Secara
umum, ajaran Sunan drajat dalam menyebarkan dakwah Islam dikenal masyarakat
sebagai pepali pitu ( tujuh dasar ajaran ), yang mencakup tujuh falsafah yang dijadikan
pijakan dalam kehidupan sebagaimana berikut :
- Memangun resep tyasing sasama (Kita selalu membuat senang hati orang lain)
- Jroning suka kudu eling lan waspodo ( Dalam suasana gembira hendaknya tetap ingat Tuhan dan selalu waspada)
- Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah ( Dalam upaya mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan )
- Meper Hardaning Pancadriya ( Senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu-nafsu indrawi )
- Heneng-Hening-Henung ( Dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam hening, akan mencapai jalan kebebasan mulia )
- Mulya guna Panca waktu ( Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan menjalani shalat lima waktu )
- Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup marang wong kang kaudanan ( Berikan tongkat kepada orang buta. berikan makan kepada orang yang lapar. Berikan pakaian kepada orang yang tak memiliki pakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang yang kehujanan ).
penerangan(uplik) mengaji Sunan Drajat
|
Dengan
ajarannya yang sederhana dan bisa dijalani masyarakat, maka semakin lama
pengikut Sunan Drajat semakin banyak. Salah satu faktor yang menyebabkan Sunan
Drajat dekat dengan masyarakat, bukan saja karena ajaran-ajarannya yang
sederhana dan berorientasi kepada kesejahteraan semua orang, melainkan
kemampuan Sunan drajat dalam berkomunikasi lewat kesenian juga telah menjadi
daya dorong bagi dekatnya usaha dakwah dengan masyarakat. Sunan Drajat
diketahui menggubah sejumlah tembang tengahan macapat pangkur, yang digunakan
menyampaikan ajaran falsafah kehidupan kepada masyarakat. Sunan Drajat juga
dikisahkan menyukai pertunjukan wayang dan sesekali memainkan wayang sebagai
dalang, sebagaimana Sunan Bonang, kakaknya.
Sebagian
cerita tutur yang berkembang di tengah masyarakat, dikisahkan bahwa setelah
tinggal lama di Drajat, Sunan Drajat memindahkan tempat tinggalnya ke arah
selatan yang tanahnya lebih tinggi, yang dikenal sebagai Dalem Duwur. Di Dalem
Duwur inilah Sunan Drajat tinggal di usia tua sampai wafatnya. Sejumlah peninggalan
Sunan Drajat yang masih terpelihara sampai sekarang ini salah satunya adalah
seperangkat gamelan yang disebut "Singo
Mengkok" dan beberapa benda seni lain.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar