Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim)
Sunan
Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad.
Sunan
Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar
memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan
tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Universitas
Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa
bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
Makam Sunan
Bonang terletak di komplek pemakaman Kutorejo,Kecamatan Tuban tepat di dalam
kota Tuban.tepatnya di sebelah barat alun-alun Tuban,di sebelah barat Masjid Agung
Tuban. Makam Sunan Bonang di kelilingi tembok dengan empat buah pintu gerbang
yang masuk ke komplek makam.pintu gerbang di makam Sunan Bonang berupa gapura
padurasa.pintu gerbang di sebelah selatan berbentuk "Semar Tinandu" dengan atap berhias ornamen bunga-bunga dengan
dinding di kanan dan kirinya di hiasi piring-piring dan mangkuk keramik cina.
Makam Sunan
Bonang terletak di dalam sebuah pangkup yang berbentuk joglo dengan atas
bertingkat.pada dinding ini terdapat candra sengkolo "jalma wihana kayuning sawit-jagat" yang menunjuk angka tahun
1611 saka(1689 masehi) yaitu angka tahun yang menunjukan waktu di bangunya
cangkup tersebut.
Sunan Bonang
adalah putra ke empat Sunan Ampel dengan perkawinan dari Nyi Ageng Manila putri
Arya Tejo, Bupati Tuban menurut babad "rasaking
majapahit dan babad tjirebon". Kakak-kakak Sunan Bonag adalah Nyai Fatimah
yang bergelar Nyai Gendeng Panyuran, Nyai Wilis alias Nyai Pengulu dan Nyai Taluki
bergelar Nyai Gendeng Maloka. Adik Sunan Bonang adalah Raden Qasim yang
kelak menjadi wali songo dan di kenal dengan sebutan Sunan Drajat. Sunan Bonang
lahir dengan nama kecil Mahdum Ibrahim menurut "babad tanah jawi" Sunan Bonang di perkirakan lahir sekitar
tahun 1465 masehi.
Selain
memiliki empat sodari seibu, Sunan Bonag juga memiliki beberapa orang saudari
dari lain ibu.di antaranya adalah Dewi Martisiyah yang di peristri Sunan Giri
dan Dewi Mortasimah yang di peristri Raden Patah oleh kerena ibu
kandungya berasal dari Tuban,dan adik kandung ibunya,Arya Wilatika, menjadi Bupati
Tuban, Sunan Bonang sejak kecil memiliki hubungan kusus dengan keluarga Bupati Tuban yang
sampai wafatpun ia di makamkan di tuban. Kisah hubungan dekatnya dengan Sunan Kalijaga
yang dalam legenda di kisahkan sebagai hubungan Guru-murid hendaknya di lihat
dari konteks kekeluargaan Arya Wilantika Adipati Tuban yang merupakan paman Sunan
Bonang adalah ayah dari Sunan Kalijaga.
Komplek makam Sunan Bonang
|
Dalam hal
keilmuan, Sunan Bonang belajar keilmuan dan ilmu agama dari ayah handanya
sendiri, yaitu Sunan Ampel. Ia belajar bersama santri-santri Sunan Ampel yang
lain seperti Sunan Giri, Raden Patah dan Raden Kusen. Selain dari Sunan Ampel,
Sunan Bonang juga menuntut ilmu kepada Syaikh Maulana Ishak, yaitu waktu
bersama-sama dengan Raden Paku/Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan haji ke
tanah suci. Sunan Bonang di kenal sebagi penyebar islam yang menguasai ilmu Fikih, Ushuluddin, Tasawuf, Seni, Sastra, Arsitektur
dan ilmu silat dengan kesaktian dan kadikdayaan yang menajubkan. Bahkan masyarakat
mengenal sunan bonang sebagai seorang yang sangat pandai dalam mencari sumber
air di tempat-tempet yang sulit air.
Sunan Bonang
memiliki karomah yang luar biasa yang di tunjukan saat ia di tantang Anjar Blacak
Ngilo untuk sabung ayam dengan taruhan siapa yang kalah akan menjadi pengikut
yang menang dengan memerintahkan seorang muridnya, santri wujil, Sunan Bonang menjagokan
seekor anak ayam(khutuk) untuk menghadapi ayam aduan Anjar Blacak Ngilo, dituturkan
bagaimana anak ayam itu setiap kali kalah, tubuhnya semakin besar setiap kali di
beri tiupan nafas oleh santri wujil, sampai akhirnya dengan sekali serang ayam
adduan Anjar Blacak Ngilo tewas, sehingga membuat santri wujil bersorak
kegirangan "wus sesawung ngegiro amales
gitik pan angglis,waungnya anjar yekti, kapisanan ampan lampus, wusa dadi
gandhen enggal, ki wujil jogeti ngarsi, sarwi keplok amencak cara makasar"
"Babad Daha Kediri"
mengambarkan bagai mana Sunan Bonang dengan pengetahuanya yang luar biasa bisa
mengubah aliran sungai brantas, sehingga menjadikan daerah yang enggan menerima
dakwah islam di sepanjang aliran sungai menjadi kekurangan air bahkan sebagian
yang lain mengalami banjir, sepanjang perdebatan dengan tokoh boto locaya yang selalu mengecam tindakan dakwah Sunan Bonang,
terlihat sekali bahwa tokoh buto Locaya tidak kuasa menghadapi kesaktian Sunan Bonang.
Demikian juga dengan tokoh Nyai Pluncing, yang kiranya seorang Bhairawi penerus
ajaran ilmu hitam Calon arang, yang dapat di kalahkan dengan Sunan Bonang.
Sunan Bonang
dalam dakwah di ketahui mengunakan pendekatan yang lebih mengarah kepada
hal-hal bersifat seni dan budaya.sebagai mana hal serupa di lakukan Sunan Kalijaga,
muridnya.selain di kenal sering berdakwah dengan menjadi seorang dalang yang
memainkan wayang, Sunan Bonag juga piawai mengubah tembang-tembang macapat. Sunan
Bonang banyak belajar seluk-beluk kesenian dan budaya jawa,yang membuatnya
memahami seluk beluk yang berkaitan dengan kesusatraan jawa. Sunan Bonang juga
menyesun kitab Primbon Bonang.
Bonang yang di kaitkan dengan Sunan Bonang
|
Menurut babad daha-kediri, uasaha dakwah awal yang dilakukan sunan bonang di
pedalaman Kediri adalah dengan pendekatan yang cenderung bersifat
kekerasan, putra Sunan Ampel itu tidak sekedar di kisakan merusak Arca yang di
puja penduduk, melainkan telah pula mengubah aliran sungai brantas dan mengutuk
penduduk suatu desa gara-gara salah satu orang warga untuk menjalankan dakwah
islam di pedalaman, Sunan Bonang di kisahkan mendirikan "Langgar" (Mushola) pertama di tepi
barat sungai brantas, tepatnya di desa Singkal (sekarang masuk wilayah Kabupaten
Nganjuk).
Masjid Agung Tuban
sebelum di renovasi
|
Sebagai
akibat pendekatan dakwahnya yang keras itu, dalam "babad daha kediri" di kisahkan sebagaimana Sunan Bonang
menghadapi resistensi dari penduduk kediri berupa konflik dalam bentuk
perdebatan maupun pertarugan fisik dengan Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing yang
kiranya musuh-musuh Sunan Bonang itu menunjuk pada tokoh-tokoh penganut ajaran Bhairawa-Bhairawi.
di daerah Kediri.
Dalam
berdakwah, Raden Mahdum Ibrahim dikenal sering menggunakan wahana kesenian dan
kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat. Salah satunya dengan perangkat
gamelan jawa yang disebut bonang, kata "bonang" berasal dari
suku kata bon + nang = babon + menang = baboning kemenangan = induk kemenangan.
bonang sendiri adalah jenis alat musik dari bahan kuningan berbentuk bulat
dengan tonjolan di bagian tengah, mirip gong ukuran kecil. Pada masa lampau,
alat musik ini selain digunakan untuk gamelan pengiring pertunjukan wayang,
juga digunakan oleh aparat desa untuk mengumpulkan warga dalam rangka
penyampaian wara-wara dari pemerintah kepada penduduk.
Masjid Agung Tuban sekarang
|
Dalam
proses reformasi seni pertunjukan wayang, Sunan Bonang dikenal sebagai dalang
yang membabar ajaran rohani lewat pergelaran wayang. Sunan Bonang juga telah
menambah ricikan ( kuda, gajah, harimau, garuda , kereta perang dan rampogan )
dalam pengembangan pertunjukan wayang sehingga memperkaya pertunjukan wayang.
Sunan Bonang yang dikenal menguasai pertunjukan wayang dan memiliki pengetahuan
mendalam tentang kesenian dan kesusteraan jawa, juga diketahui telah menggubah
sejumlah tembang tengahan macapat. Salah satu dari gubahan Sunan Bonang dalam
tembang macapat yang termashur adalah kidung Bonang yang disampaikan dalam
pupuh Durma. sebagai berikut :
Ana kidung kidunge pangeran/ ara
namung ara sakit/tekane king sabrang/rupane aran abang/kapunah ing rasul
muji/penyakit ilang/kari waluya jati// dan seterusnya
Dilihat
dari isinya kidung Bonang ini memiliki kemiripan subtantif dengan kidung
Rumeksa ing Wengi karya Sunan Kalijaga. Keduanya merupakan tembang yang berisi
semacam mantra untuk menangkis segala macam penyakit dan pengaruh jahat yang merugikan
manusia.
Sunan
Bonang dikenal sebagai penggubah tembang-tembang jawa dan membuat berbagai
jenis gending untuk berdakwah. Bahkan ia dianggap sebagai salah seorang penemu
alat musik gamelan jawa yang disebut bonang, yaitu nama gamelan yang diambil
dari nama tempat yang menjadi kediaman Sunan Bonang, yaitu Desa Bonang di
daerah Lasem.
Sumur srumbung peninggalan Sunan Bonang
|
Di dalam
cerita historiografi, Sunan Bonang dikisahkan sebagai seorang penyebar dakwah
Islam yang ulet dan gigih, yang selalu mampu memanfaatkan peluang untuk mengajak
orang seorang menjadi muslim. Serat kandhaning Ringgit Purwa menuturkan,
bagaimana Sunan Bonang yang menempatkan Ki Pandan Arang di Pulau Tirang untuk
mengembangkan Islam, telah menjadi sebab bagi masuk islamnya sejumlah penduduk,
terutama para ajar (pendeta) di pulau tersebut.
Bahkan sewaktu Batoro Katong, putra Prabu Brawijaya V yang pernah berjanji akan memeluk
islam jika ayahnya sudah meninggal, janjinya ditagih oleh Sunan Bonang lewat
seorang utusannya, Syaikh Wali Lanang, sewaktu kabar mangkatnya Prabu Brawijaya
tersebar luas dan Batoro Katong belum memenuhi janji. Namun sebelu bertemu
Syaikh Wali Lanang, Batoro Katong dikisahkan pergi ke Pulau Tirang dan memelik
islam di bawah bimbingan Ki Pandan Arang.
Dalam
naskah Sadjarah Dalem, yang berisi silsilah raja-raja mataram - surakarta,
Sunan Bonang disebut namanya sebagai Pangeran Mahdum Ibrahim dengan gelar Sunan
Wadat Anyakrawati. Sebutan Anyakrawati menimbulkan asumsi yang mengarah kepada
dua hal.
Pertama Anyakrawati dalam kaitan dengan makna orang
yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam hal mengajarkan sesuluking ngekmi
(ilmu esoteri yang rahasia) dan agami (agama). dengan memahami isi Primbon
Bonang yang memuat ajaran tasawuf yang tinggi.yang menunjukan pada kualitas
pengetahuan rohani penyusun yaitu, Sunan Bonang maka gelar Anyakrawati sangat dapat
di peruntukan pada Sunan Ampel tersebut.
Kedua Anyakrawati
atau Cakrawati dapat di asumsikan terkait denagn gelar pemimpin lingkaran
upacara pancamakara atau ma-lima di kestra yang di sebut Cakreswara. Kiranya
pengalaman selama di kediri telah membuat Sunan Bonang dengan dakwahnya
kemudian melakukan suatu pendekatan bersifat asimilatif dengan memberikan corak
dan warna islam terhadap upacara ritual keagamaan tantrayana yang ada
kedewasaan itu, yaitu mengubah upacara pancamakara atau ma-lima yang di tandai
jamaah duduk melingkari makanan di tengah-tengah dengan seorang Cakreswara (imam) sebagai pemimpin ritual yang membaca doa menjadi upacara
kenduri atau selamatan dengan doa-doa Islam.
Sebutan Anyakrawati
atau Cakrawati (pemimpin lingkaran cakra)
kiranya di berikan kepada Sunan Bonang yang mewakili tradisi lingkaran kenduri
atau selamatan yang di adaptasi dari upacara"pancamakara", menurut catatan sejarah dalem Sunan Bonang dikisahkan
hidup tidak menikah atau membujang sampai wafatnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar